Sepuluh persen orang terkaya bertanggung jawab atas separuh emisi karbon di seluruh dunia. Pola hidup mereka bukan sekadar simbol kemewahan, mereka memicu kesenjangan tanpa batas, menambah kelaparan akut di banyak negara, bahkan meningkatkan angka kematian karena krisis iklim.
Dampak perubahan iklim adalah tantangan semua orang, namun tidak semua orang memiliki tanggung jawab yang setara. Orang-orang kaya memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan oleh industri. Mereka juga memiliki sumber daya berlimpah untuk melindungi diri dari dampak buruk perubahan iklim.
Sebaliknya, separuh umat manusia di Bumi hampir tidak berkontribusi terhadap penambahan emisi karbon di atmosfer. Pola hidup mereka sederhana, sehingga cukup signifikan menyumbang emisi dibandingkan orang-orang kaya. Namun, mereka adalah kelompok yang paling terdampak oleh perubahan iklim.
Analisis tersebut diterbitkan organisasi nirlaba Oxfam International pada Senin (18/10/2024). “Orang-orang superkaya di Eropa memperlakukan planet kita seperti taman bermain pribadi mereka. Investasi kotor, jet pribadi, dan kapal pesiar mereka bukan sebatas simbol kemewahan. Mereka memicu kesenjangan, kelaparan, dan bahkan kematian,” kata Chiara Putaturo, pakar perpajakan Uni Eropa dari Oxfam International.
Laporan tentang “Ketimpangan Karbon Membunuh” ini didasarkan pada pelacakan emisi karbon dari jet pribadi, kapal pesiar, dan investasi yang dilakukan oleh kelompok orang-orang terkaya. Laporan ini menyajikan bukti baru yang terperinci tentang bagaimana emisi karbon dari orang-orang terkaya mempercepat kerusakan iklim Bumi, sehingga mendatangkan malapetaka terhadap kehidupan manusia dan ekonomi.
Oxfam International menerbitkan laporan ini ketika para pemimpin dunia bersiap untuk bertemu dalam pembicaraan iklim pada KTT COP29 di Baku, Azerbaijan, yang dimulai minggu kedua bulan ini. Saat ini laju perubahan iklim hampir mustahil dihentikan, bahkan semakin cepat karena didorong oleh pola hidup orang-orang terkaya di dunia.
Sumber Emisi Karbon
Kekayaan yang sangat besar menjadi faktor pendorong meningkatnya perjalanan menggunakan jet pribadi. Saat ini, penjualan jet pribadi yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah banyak, tercatat meningkat tajam dibandingkan dua dekade lalu. Oxfam International mengidentifikasi perjalanan jet pribadi sedikitnya 23 dari 50 orang terkaya di seluruh dunia. Rata-rata mereka melakukan penerbangan sebanyak 184 kali pada tahun 2023, dengan durasi penerbangan 425 jam.
Penerbangan tersebut setara dengan perjalanan mengelilingi Bumi sebanyak 10 kali. Emisi karbon yang dikeluarkan mencapai 2.074 ton per tahunnya. Emisi tersebut setara dengan jumlah emisi yang dihasilkan oleh seluruh penduduk dunia selama 300 tahun. Bahkan, bagi penduduk termiskin, emisi orang terkaya setara dengan jumlah emisi yang dikumpulkan selama 2.000 tahun.
Selain jet pribadi, kapal pesiar yang dimiliki orang terkaya di dunia menyumbang emisi karbon dalam jumlah sangat banyak. Setiap tahun sedikitnya 150 kapal pesiar baru dibuat dan berlayar di lautan di seluruh dunia. Oxfam International mengidentifikasi setidaknya 23 kapal pesiar yang dimiliki 18 orang terkaya di dunia. Hasilnya, emisi karbon tahunan yang dikeluarkan mencapai 5.672 ton atau hampir tiga kali lebih besar dari jet pribadi. Emisi karbon tahunan dari kapal pesiar setara dengan jumlah emisi karbon selama 860 tahun seluruh penduduk Bumi.
Jet pribadi dan kapal pesiar memang dua faktor utama memburuknya iklim di Bumi. Namun, analisis Oxfam International juga menemukan bahwa investasi orang-orang kaya ternyata jauh lebih berbahaya bagi iklim Bumi. Jejak karbon karena investasi mereka mampu menghasilkan jutaan ton karbon setiap tahunnya. Berdasarkan analisis 41 dari 50 orang terkaya di dunia, rata-rata emisi karbon dari praktik investasi mereka sebesar 2,6 juta ton.
Setidaknya 40 persen orang terkaya berinvestasi pada industri kotor, yaitu perminyakan, pertambangan, produksi semen, hingga jasa pengiriman antar negara/benua. Oxfam International mengungkap bahwa banyak perusahaan para miliader tersebut melakukan negosiasi terhadap kebijakan iklim di level negara dan global.
Ketidakadilan Iklim
Kelompok orang terkaya di dunia akan semakin kaya dengan berbagai upaya peningkatan ekonomi yang mereka lakukan. Namun, konsekuensi terbesar adalah dampak perubahan iklim yang semakin buruk. Suhu panas dan kejadian cuaca ekstrem akan memukul pertumbuhan ekonomi tahunan. Hal itu terkait goncangan terhadap faktor-faktor input ekonomi, yaitu produktivitas tenaga kerja, lahan pertanian, dan penggunaan energi.
Dampak ekonomi paling terasa bagi negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah. Perhitungan Oxfam International menyebutkan bahwa penurunan ekonomi kelompok negara tersebut dapat mencapai 44 triliun Dollar AS hingga tahun 2050 mendatang. Perburukan ekonomi yang terjadi tidak akan mampu diganti menggunakan skema pembiayaan apapun.
Perubahan iklim menyebabkan penurunan produktivitas lahan pertanian akibat cuaca ekstrem, seperti kekeringan panjang dan banjir. Angka kelaparan diperkirakan akan terus bertambah, apalagi saat kebutuhan pangan tidak mampu dipenuhi karena banyaknya kasus gagal panen di dunia. Tak hanya itu, pola konsumsi kelompok orang kaya di dunia turut menambah angka kelaparan.
Emisi karbon yang dihasilkan dari pola konsumsi mereka terhitung sangat besar, sehingga menambah kerusakan iklim Bumi. Kerugian ekonomi yang diakibatkan karena emisi pola konsumsi 1 persen orang terkaya ternyata mampu memberi makan 14,5 juta orang setiap tahunnya. Sementara dari 10 persen orang terkaya, kerugian ekonomi tersebut mampu memberi makan 148,8 juta orang setiap tahun hingga tahun 2050.
Selain kelaparan, risiko kematian karena perubahan iklim terus meningkat. Kelelahan akibat suhu panas berdampak pada kemampuan tubuh mengendalikan suhunya. Paparan panas berlebih juga dapat menyebabkan kematian karena serangan jantung, stroke, dan penyakit kardiovaskular lainnya. Oxfam International menemukan bahwa emisi karbon yang dihasilkan 1 persen orang terkaya selama empat tahun, ternyata berkontribusi terhadap jumlah kematian berlebih di seluruh dunia hingga 15.000 orang per tahunnya.
Sebanyak 78 persen kematian berlebih karena perubahan iklim akan terkonsentrasi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Negara-negara yang lebih kaya memiliki kapasitas lebih besar untuk berinvestasi dalam upaya-upaya adaptasi. Inilah bentuk ketidakadilan iklim yang terjadi di seluruh dunia.
Emisi karbon dari orang-orang kaya mendorong perubahan iklim ke titik puncaknya dan memperburuk kondisi Bumi. Mereka menghabiskan jatah emisi karbon lebih dari separuh umat manusia, dengan konsekuensi langsung bagi kelompok berpenghasilan rendah. Karenanya, dibutuhkan langkah berani dari pemerintah agar orang-orang kaya tersebut membayar dampak perubahan iklim. Salah satu langkah berani tersebut adalah menetapkan pajak karbon khusus bagi mereka.