
Kemiskinan di Tengah Kekayaan: Wajah Asli Ekonomi Ekstraktif
Bayangkan desa yang dikelilingi kekayaan tambang, namun anak-anaknya kesulitan bersekolah. Bayangkan industri raksasa yang menyumbang hampir 10 persen PDB nasional,
LaporIklim
Bayangkan desa yang dikelilingi kekayaan tambang, namun anak-anaknya kesulitan bersekolah. Bayangkan industri raksasa yang menyumbang hampir 10 persen PDB nasional,
Pulau-pulau kecil yang seharusnya menjadi benteng ekologis satu per satu dikapling, dijual, dan dibongkar untuk kepentingan tambang. Negara yang semestinya menjadi pelindung ruang hidup rakyat, justru bertindak sebagai sekutu modal, menyulap hukum menjadi alat legitimasi perampasan ruang hidup di pulau-pulau kecil.
Pemerintah Indonesia secara resmi mengintegrasikan energi nuklir ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, dengan target operasional perdana reaktor modular kecil (SMR) di Kalimantan pada tahun 2030–2032. Kebijakan strategis ini ditujukan untuk mendukung komitmen Net Zero Emission (NZE) 2060 dan memenuhi proyeksi kebutuhan listrik nasional yang diprediksi mencapai sedikitnya 1.800 TWh pada tahun 2060.
Persoalan stunting tidak sekadar tentang jumlah kalori makanan yang dikonsumsi, melainkan soal kualitas air bersih, sanitasi, dan lingkungan tempat tinggal yang layak. Apa gunanya telur rebus, ikan, sayuran, dan nasi jika mereka mandi di air asam tambang, mencuci tangan dengan limbah logam berat, dan ambil air di sungai yang tercemar tailing nikel dan emas?.
Dalam melodi lagu kebangsaan “Indonesia Raya,” terdapat makna mendalam akan harapan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Selayaknya stanza ketiga yang berbunyi “S’lamatlah rakyatnya, S’lamatlah putranya, Pulaunya, lautnya, semuanya, Majulah Neg’rinya, Majulah pandunya, Untuk Indonesia Raya.”, pemerintah yang seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat seringkali melupakan esensi stanza ini. Rakyat, tanah, dan laut dikorbankan demi kepentingan kelompoknya, salah satu contohnya adalah Program Strategis Nasional (PSN).
“Jadi bisa dikatakan yang keracunan, atau perutnya enggak enak itu sejumlah 200 (jiwa), dari 3 koma sekian juta (anak), kalau